Body shaming dikategorikan menjadi dua tindakan. Tindakan yang seseorang mentransmisikan narasi berupa hinaan, ejekan terhadap bentuk, wajah, warna kulit, postur seseorang menggunakan media sosial.
maraknya tindakan body shaming atau penghujatan / penghinaan mengenai tubuh seseorang membuat kami, mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan Bandung melakukan riset mengenai body shaming dan hubungannya dengan kemajuan teknologi yang ada saat ini Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free MAKALAH BODY SHAMING MEDIA SOSIAL MENENTUKAN STANDAR PENAMPILAN MASA KINI PROYEK AKHIR LOGIKA KELAS KC DISUSUN OLEH Kalvin Fernando Wira Wijaya 2017410123 Verren Vabriani Rahardjo 6042001023 Irene Angelina 6042001088 I Dewa Ayu Dyah Rani Apsarini 6042001136 Andrew Omega Miracle Taroreh 6052001246 UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN BANDUNG 2021 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Rumusan Masalah 3 Tujuan 3 BAB II PEMBAHASAN 4 Pengertian Body Shaming 4 Dampak Kemajuan Teknologi terhadap Tindakan Body Shaming 5 Penyebab Body Shaming 7 Dampak Body Shaming terhadap Kesehatan Mental Korban 9 BAB III PENUTUP 11 Kesimpulan 11 Saran 11 Daftar Pustaka 13 LAMPIRAN 14 Hasil Wawancara dengan narasumber 14 Data Gender Responden 15 Data Media Sosial Yang Digunakan Responden 15 Pengetahuan Responden Mengenai Body Shaming 16 Hasil Survey Pertanyaan Terbuka 16 Biodata Penulis 17 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberi berkat dan rahmat sehingga kami bisa menyelesaikan tugas akhir mata kuliah logika dengan judul “Body Shaming Media Sosial Menentukan Standar Penampilan masa kini” ini dengan tepat waktu. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini karena kami merasa miris dengan kejamnya dunia maya dengan semakin majunya perkembangan dan kemudahan penggunaan teknologi tetapi bukannya berdampak baik dan saling membangun antar pengguna / netizen, media sosial malah menjadi seperti media untuk mencibir, mencela, dan saling menjatuhkan pihak lain bila tidak sesuai dengan standar dari pihak pelaku. Korban pun juga tidak bisa berbuat banyak seakan-akan mereka pantas menerima kalimat-kalimat kejam yang dilontarkan netizen. Banyaknya peristiwa body shaming yang terjadi di lingkungan sekitar kami membuat kami tergerak untuk mengambil topik ini guna meluruskan pandangan masyarakat dalam menilai sesamanya. Dalam penelitian sederhana ini, kami juga melakukan survey untuk mengetahui seberapa banyak orang yang pernah melakukan bahkan menjadi korban body shaming. Kami juga ingin mengucapkan terimakasih kepada bapak Thomson Radesman Lingga selaku dosen mata kuliah logika kelas KC yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Tidak lupa juga kami ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuan dan pengalamannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari, bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna baik segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna sebagai acuan agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi di masa mendatang. Semoga makalah yang kami buat ini dapat membawa dampak yang positif serta manfaat bagi seluruh pembaca sehingga dapat meningkatkan pengawasan dan ilmu pembaca. Kami juga berharap agar dengan adanya makalah ini tindakan body shaming bisa lebih dihindari. i BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era global seperti sekarang ini, teknologi yang berkembang pesat membuat kita semakin mudah memperoleh informasi secara cepat dan dapat mengikuti perkembangannya. Media adalah semacam perantara pesan dikirim dan dikembalikan oleh sumber dan penerima Yasir, 2011116. Media sosial adalah sebuah media daring yang digunakan satu sama lain dimana para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berinteraksi, berbagi di dunia virtual tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Pesatnya perkembangan jejaring sosial media seolah membawa trend baru pada masyarakat sebagai ajang untuk melakukan penindasan secara online yang sering disebut dengan cyberbullying.Cyberbullyingadalah bentuk atau jenis intimidasi yang dilakukan pelaku dengan tujuan melecehkan atau mempermalukan korban melalui perangkat teknologi Breguet 2007. Serangan cyberbullyingpada korban dapat berupa pesan atau gambar yang mengganggu dan disebarkan yang secara langsung atau tidak langsung mempermalukan korban bagi orang lain yang melihatnya. Cyberbullyingatau kekerasan dunia maya ternyata relatif lebih berdampak negatif jika dibandingkan dengan kekerasan secara fisik. Akibat yang ditimbulkan sering kali berawal dari tekanan mental yang sering dianggap remeh korban maupun sekitarnya. Korban cyberbullying sering kali mengalami depresi, merasa terisolasi, dan tidak berdaya ketika mendapat perlakuan cyberbullying. Dari sinilah muncul perspektif terhadap standarisasi tubuh dan penampilan ideal. Perspektif ini dapat menstimulasi perilaku seseorang berdasarkan standarisasi yang ada. Hal ini membuat seseorang membandingkan penampilan dirinya dengan penampilan orang lain yang disebut body shame.Body shame merupakan penilaian individu akan tubuhnya yang memunculkan perasaan bahwa tubuhnya memalukan yang disebabkan penilaian dirinya dan orang lain tidak sesuai dengan tubuhnya Damanik, 201814 yang dilandasi dengan standarisasi penampilan ideal yang mulai mengubah pola pikir masyarakat. 1 Oleh karena itu muncullah tindakan body shaming pada media sosial. Body shaming sendiri adalah tindakan mencela atau menjatuhkan orang lain berdasarkan penampilan fisik mereka. Hal ini bisa dibilang sudah marak terjadi di lingkungan sekitar kita khususnya di media sosial. Banyak orang yang mencela, mengejek, berkomentar negatif berdasar dengan bagaimana penampilan dan bentuk tubuh. Tidak sedikit para pengguna media sosial melakukan body shaming dengan alasan yang tidak logis misal, hanya sekadar iseng, menjahili, atau mungkin rasa tidak suka, dan masih banyak lagi. Tanpa rasa bersalah mereka melakukan tindakan body shaming dengan berbagai alasan subjektif dan tidak masuk akal. Sebelum adanya kemajuan teknologi yang sedemikian pesat, body shaming berawal dari perilaku di kehidupan sehari-hari. Contoh nyatanya pernah terjadi di sekitar kami yang juga mendasari kami melakukan penelitian ini. Kisah dari salah satu pengalaman teman kami yang menjadi korban dari body shamingpada masa sekolahnya. Teman kami yang berinisial “S” adalah seorang perempuan yang mendapat ejekan atas bentuk tubuh yang ia miliki. Orang-orang mencibirnya karena menganggap dirinya gemuk dan berjerawat sehingga “S” dikucilkan dan tidak memiliki teman. Kejadian tersebut berpengaruh besar pada kondisi psikisnya hingga 4 tahun, dimana teman kami merasa rendah diri dan berpikir bahwa ia tidak pantas untuk memiliki teman karena merasa dirinya tidak sesuai dengan “standar penampilan” tersebut. Namun karena dukungan dari orang-orang terdekatnya, ia memutuskan untuk bangkit dari keterpurukan dan menerima yang ia miliki sekarang apa adanya. Dengan adanya kemajuan teknologi, tindakan body shamingsemakin rentan terjadi. Perilaku body shaming seolah-olah menjadi hal yang lazim untuk dilakukan oleh pengguna media sosial. Tanpa memikirkan akibat dari ucapan mereka, dengan seenaknya mereka menyuarakan kalimat dan komentar yang tidak pantas kepada suatu pihak, yang tanpa disadari dapat berdampak serius pada mental korban. 2 B. Rumusan Masalah Rumusan Masalah 1. Apa definisi dari body shaming? 2. Apa dampak kemajuan teknologi pada tindakan body shaming? 3. Apa faktor yang mendasari seseorang melakukan body shaming? 4. Bagaimana dampak body shaming pada kesehatan mental korban? C. Tujuan Selain untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Logika, berikut adalah beberapa tujuan dari penulisan makalah ini jika ditinjau dari rumusan masalah di atas 1. Untuk memahami definisi body shaming. 2. Untuk mengetahui dampak kemajuan teknologi pada tindakan body shaming. 3. Untuk mengetahui penyebab seseorang melakukan body shaming. 4. Untuk mengetahui dampak body shaming bagi kesehatan mental korban. 3 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Body Shaming Sebagian orang mungkin tidak asing dengan body shaming. Body shaming belakangan menjadi hal yang marak terjadi di media sosial. Body Shaming sendiri berasal dari Bahasa Inggris yang terdiri dari kata Body yang artinya tubuh dan Shaming yang artinya malu atau mempermalukan. Dimana secara umum body shaming adalah bentuk dari tindakan mengomentari fisik, penampilan, atau citra diri seseorang Chaplin, 2005129. Body shaming dapat terjadi pada siapapun tanpa mengenal usia, bentuk tubuh, warna kulit tertentu dan bisa terjadi dimana saja, sehingga korban maupun pelaku berasal dari beragam latar belakang dan jenis kelamin. Body shaming dapat berupa verbal maupun non verbal. Body shamingyang terjadi secara intens dapat meningkatkan resiko terjadinya dysmorphic disorder pada korban Lestari, 2018. Dysmorphic disordersendiri memiliki pengertian gangguan mental dengan rasa cemas yang berlebihan terhadap kelemahan / kekurangan dari penampilan fisik diri sendiri. Dysmorphic disorder berpeluang lebih besar terjadi bila ada pemicu dari lingkungan eksternal, dalam kasus ini disebabkan karena adanya hujatan atau komentar negatif pada bentuk tubuh. Beberapa waktu lalu isu mengenai pidana bagi pelaku body shaming di media sosial terus menghiasi trending topic media massa. Sesuai dengan data yang kami peroleh, terdapat unggahan dengan tagar body shaming pada aplikasi Instagram bodyshaming diakses pada tanggal 9 Januari 2021. Pada tahun 2018, polisi telah menerima 966 kasus tentang penghinaan fisik di seluruh Indonesia dan terus berkembang hingga saat ini. Body shaming tidak hanya berfokus pada fat shaming, skinny shaming,atau short shaming, atau bentuk body shamingpada bagian tertentu, tetapi body shaming kini mencakup segala aspek tubuh yang dapat dilihat oleh orang lain. Dalam hal ini, aspek yang dimaksudkan adalah seluruh bagian tubuh yang meliputi warna kulit, bentuk tubuh, bentuk muka, jenis rambut, dan bagian lainnya. Tindakan ini membuat seakan-akan gaya hidup masyarakat saat ini berubah menjadi sesuatu yang bersifat publik dan pantas untuk dikonsumsi oleh pengguna lain bahkan dikomentari dengan seenaknya. Perilaku body shamingmembuktikan bahwa kemajuan teknologi yang terus berkembang seringkali disalahgunakan oleh sebagian orang. Pelaku sering kali tidak sadar telah melakukan body shaming karena dianggap hal yang biasa untuk dilakukan dan hanya sebagai bahan candaan. Sedangkan para korban akan lebih memperhatikan citra mereka dan menjadikan tubuh mereka sebagai objek. Body shaming juga akan berdampak besar pada body image atau citra tubuh dan dampak-dampak psikis lainnya. 4 B. Dampak Kemajuan Teknologi terhadap Tindakan Body Shaming Kemajuan teknologi pada zaman milenial ini tentu sangat pesat dan tidak akan pernah berhenti untuk terus berkembang. Namun semakin berkembangnya teknologi, media sosial malah digunakan untuk melakukan tindakan tidak terpuji, mulai dari konten yang tidak pantas, saling menjatuhkan orang bahkan kejahatan sekalipun. Tanpa disadari pengguna media sosial cenderung lebih mudah melakukan kejahatan di dunia maya atau cyberbullying. Sebagian besar pengguna media sosial pasti pernah melakukan atau mengalami cyberbullyingatau kejahatan media sosial lainnya termasuk body shaming. Berdasarkan survey yang sudah kami lakukan, media sosial yang paling sering digunakan saat ini adalah Instagram. Dimana Instagram adalah suatu wadah yang memberikan fasilitas untuk mengunggah foto maupun video kita yang bisa dilihat dan dikomentari oleh seluruh pengikut akun atau bahkan secara global. Sayangnya banyak orang menggunakan akun Instagram palsu untuk menghujat orang lain yang tanpa mereka sadari mereka telah melakukan body shaming. Hal ini bisa saja terjadi karena identitas mereka yang dapat disembunyikan atau dipalsukan sehingga orang tidak perlu takut akan dilaporkan atas tindakannya karena identitas asli mereka yang tidak terungkap. Banyak sekali kasus cyberbullying seperti body shaming yang marak terjadi belakangan ini. Tidak hanya pada Instagram saja, berdasarkan hasil survey yang kami lakukan, media sosial yang paling sering digunakan kedua adalah Tiktok. Tiktok merupakan aplikasi buatan China yang dapat membagikan berbagai macam video yang juga dapat dikomentari maupun disukai oleh semua orang. Tidak sedikit pengguna tiktok yang menggunakan nama palsu untuk menutupi identitas aslinya dan melakukan body shaming melalui kolom komentar. Tindakan body shamingini tidak hanya terjadi pada orang Indonesia, tetapi ada juga orang Indonesia yang melakukan body shaming terhadap orang dari luar negeri yang bahkan belum pernah mereka temui atau kenal. Mulai dari cara menari, bentuk tubuh, bentuk wajah, cara bernyanyi, dan masih banyak lagi yang dikomentari karena “tidak ideal” menurut para pelaku atau hanya karena ingin di-notice oleh artisnya, dalam arti lain mereka menghujat / mengomentari hal-hal negatif akan tetapi sebenarnya mereka merupakan penggemar berat yang ingin dikenal oleh idolanya. Sesuai dengan data yang telah kami peroleh melalui survey, sebanyak 30 dari 45 orang pernah mengalami body shaming.Body shaming seakan telah menjadi “tren” masyarakat Indonesia. Tidak hanya terjadi pada kalangan artis dan orang-orang terkenal, body shaming juga dapat terjadi pada kalangan remaja hingga pada orang dewasa. Derasnya arus komunikasi pada dunia maya, membuat orang semakin mudah memperoleh pengaruh negatif mengenai dirinya hanya dengan membaca kolom komentar. Pengaruh ini akan berdampak pada tingkat kepercayaan diri maupun kesehatan jasmani bahkan mental seseorang. 5 Namun berkembangnya zaman tidak selalu membawa dampak negatif saja, pemerintah pun terus mengembangkan peraturan tegas agar cyberbullying seperti body shaming yang bahkan dapat dijumpai pada kalangan remaja tidak dilakukan lagi. Indonesia sudah memiliki sejumlah aturan yang mengatur perilaku pengguna internet seperti UU Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang kemudian beberapa ketentuannya diubah dalam UU Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik UU ITE. Tidak sedikit juga lembaga-lembaga yang didirikan untuk mencegah cyberbullying dan body shaming terjadi, seperti Ditch The Label. Ditch The Label adalah sebuah badan amal anti-bullying, yang didedikasikan untuk mempromosikan kesetaraan dan memberikan dukungan kepada kaum muda yang telah terpengaruh secara negatif oleh intimidasi dan prasangka. Ada juga komunitas anti-bullying yang didirikan untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap kasus bullying di Indonesia yang bernama Sudah Dong. Body shaming juga membawa dampak positif, yaitu munculnya istilah body positivity.Body positivitymerupakan bentuk apresiasi manusia terhadap bentuk tubuh yang dimilikinya serta bagaimana mereka menerima bentuk tubuh dengan apa adanya. Istilah tersebut kini menjadi sebuah gerakan sosial yang mendorong agar semua orang memiliki penilaian yang positif mengenai tubuh mereka, menerima bentuk tubuh mereka sendiri dan juga tubuh orang lain tanpa ada pandangan yang menghakimi. Pada zaman milenial seperti sekarang ini juga dapat membuat para korban dengan mudah speak up/ berani berbagi pengalaman atau cerita mereka pada pengguna media sosial agar tidak semakin banyak korban yang merasa terkucilkan. Tentu hal ini akan berdampak positif bagi para korban body shaming agar korban lainnya tidak terus terpuruk dan bisa segera bangkit dari keterpurukannya. Hal tersebut juga dapat menyadarkan banyak orang bahwa body shaming dapat memberi dampak yang sangat berbahaya bagi kesehatan mental para korban. 6 C. Penyebab Body Shaming Semua tindakan yang dilakukan manusia pasti memiliki sebab akibat. Faktor yang mendasari seseorang untuk melakukan body shaming bisa sangat beragam dan luas. Adapun salah satu faktor yang mendasari seseorang melakukan body shaming berdasarkan hasil survey kami adalah penyalahgunaan hak kebebasan untuk berpendapat khususnya pada media sosial. Banyak sekali orang yang berpikir bahwa di dalam media sosial bebas melakukan apapun, sehingga mereka dapat melakukan body shamingyang tanpa sadar menyakiti perasaan orang lain. Sebagai contoh, “eh gendutan ya? Hamil ya?”, “perasaan muka kamu iteman deh”, “kamu pendek banget sih”, dan masih banyak lagi. Persepsi manusia yang keliru mengenai bentuk fisik dapat memicu adanya standar-standar penampilan idealistis yang telah tertanam di dalam pikiran masyarakat tentang penampilan ini akan sangat berpengaruh bagi mereka yang berkeinginan untuk mengikuti standar yang ada namun tidak mampu memenuhinya yang dapat memicu tekanan tersendiri bagi orang tersebut. Kasus serupa juga terjadi dengan alasan hanya untuk bahan bercanda. Sering kali body shaming dianggap sebagai lelucon atau bahan tawaan semata yang tanpa kita sadari menyinggung dan menyakiti perasaan orang lain. Sikap tersebut disebut ketidakpekaan sosial dimana kita merasa abai terhadap perasaan orang lain yang mungkin menjadi sedih atau sakit hati karena tubuhnya dijadikan bahan lelucon atau candaan. “Baperan banget sih, kita kan bercanda”, sebagian orang menjadi takut untuk mengekspresikan perasaannya karena takut dianggap terlalu baperan atau dengan kata lain terlalu dimasukkan hati. Tentu saja pemikiran seperti ini salah besar dan hanya memperparah situasi. Pelaku jadi menganggap remeh tindakannya, tidak menyesali perbuatannya, tidak merasa bersalah dan kemungkinan besar untuk mengulangi tindakannya lagi. Selain menyalahgunakan hak berpendapat dan bercanda, faktor yang dapat mendasari seseorang melakukan body shaming lainnya adalah sebagai bentuk untuk mengintimidasi orang lain sehingga dapat menjatuhkan mental korban. Hal ini banyak dialami oleh para artis pada media sosial mereka. Banyak orang yang menunjukkan ketidaksukaannya dengan membuat akun palsu untuk melakukan body shaming, bisa dengan memberikan komentar negatif, menyebarkan isu-isu yang tidak benar, seperti operasi plastik, implan, dan masih banyak lagi. Ada pula yang melakukan body shaming untuk menutupi rasa rendah dirinya sehingga menghina fisik orang lain. Hal tersebut tentu sangat berbahaya, karena bila dibiarkan akan semakin tidak puas pada dirinya sendiri. Korban yang pernah mengalami body shamingdan tidak ditanggapi secara positif oleh lingkungan sekitar, malah berpotensi lebih besar untuk menjadi pelaku di masa yang akan datang. 7 Faktor-faktor lainnya adalah adanya masalah keluarga, depresi, atau trauma. Dilansir dari riset yang dilakukan oleh BBC pada tahun 2016, sepertiga pelaku cyberbullying dan body shaming jarang melakukan interaksi dengan keluarga. Sejumlah responden juga mengatakan mereka melihat pertengkaran di dalam rumahnya setiap hari. Selain faktor keluarga, ada juga faktor pertemanan. Sebagian remaja menganggap hal seperti cyberbullying, maupun bullying adalah hal yang keren dan wajar. Sehingga para pelaku akan merasa hebat karena dapat mendiskriminasi orang lain dan merasa memiliki teman yang bisa mendukungnya. 8 D. Dampak Body Shaming terhadap Kesehatan Mental Korban Dampak body shaming tentu lebih luas lagi. Dampak yang diterima juga tergantung bagaimana korban menanggapi komentar-komentar negatif tersebut. Dampak dari body shaming sangat berbahaya karena dapat bersifat jangka panjang bagi hidup korban dan dapat berdampak pada hidup korban sepenuhnya. Body shaming juga dapat memberi dampak positif bagi para korban. Body shaming berpotensi membuat seseorang atau korban melakukan self-objectification.Self-objectification adalah keadaan dimana seseorang memandang dirinya sebagai sebuah objek atau menilai diri sendiri hanya berdasarkan penampilan mereka. Kecenderungan untuk melakukan self-objectification ini dapat menimbulkan perasaan malu atas diri sendiri atau kecemasan berlebih terhadap bentuk atau ukuran tubuh. Orang-orang yang tidak dapat menerima perlakuan body shaming akan cenderung merasa ada yang salah dalam dirinya dan merasa tidak kompeten untuk melakukan sesuatu karena rendahnya rasa kepercayaan atas diri sendiri atau insecure. Secara umum, dampak lain dari body shaming terhadap kesehatan mental adalah berkurangnya tingkat kepercayaan diri. Hal tersebut akan membuat korban merasa tidak layak untuk melakukan sesuatu atau merasa bahwa dirinya tidak berharga. Padahal kita sebagai pengguna media sosial tidak tahu apa yang sebenarnya pengguna lain atau korban alami, mungkin saja mereka sedang berusaha menerima dirinya sendiri, ataupun mereka sedang berusaha untuk membuat dirinya lebih baik, dll. Tentunya karena ada faktor-faktor pribadi tersebut, cibiran atau hujatan di media sosial dapat lebih memberi pengaruh pada kesehatan mental korban yang belum kuat atau belum terbiasa mengalami hal tersebut. Berdasarkan data yang kami peroleh, body shaming seringkali berdampak lebih besar terhadap kaum hawa dibandingkan kaum adam. Dampaknya akan terlihat sangat jelas yaitu wanita akan cenderung lebih memperhatikan fisiknya serta mengikuti trend yang sedang boomingbukan karena mereka menyukainya, melainkan hanya untuk menghindari komentar negatif yang akan ditujukan kepada dirinya. Sehingga ia memilih untuk berpenampilan tidak dengan rasa nyaman akan tetapi agar dapat memenuhi standar yang ada. Sedangkan hasil survey yang telah dilakukan, dampak lain dari body shaming adalah menjadi sering membandingkan diri sendiri dengan orang lain, sehingga korban akan merasa minder dan tidak bisa bersosialisasi atau bergaul dengan orang lain, ia cenderung lebih memilih untuk menyendiri. Korban juga menjadi tidak bersyukur atas apa yang mereka miliki dan selalu merasa rendah diri yang apabila berlangsung secara terus menerus akan memicu keputusasaan dan tidak semangat menjalani hidup lagi. Tidak jarang hal ini dapat memunculkan pemikiran untuk bunuh diri. 9 Namun ada sebagian orang yang berpikir bahwa dampak terhadap kesehatan mental sesuai dengan bagaimana korban menanggapi komentar negatif yang dilontarkan. Apabila korban dapat menyaring komentar yang ditujukan kepadanya, hanya mengambil sisi positifnya dan tetap menerima diri mereka apa adanya pasti tindakan body shamingtidak akan berdampak besar pada kesehatan mental korban. Semuanya kembali lagi pada tanggapan kita sendiri terhadap komentar negatif tersebut. Namun tetap saja body shaming termasuk dalam cyberbullyingyang tidak seharusnya untuk dilakukan ataupun dialami semua orang. Selain dampak negatif dari body shaming, sejumlah penelitian yang dilakukan oleh Hasmalawati 2017, Vialini 2014, dan Chairiah 2012 mengatakan bahwa hubungan body shaming dan body image dapat merubah pola makan korban untuk mendapatkan tubuh ideal sesuai dengan “standar” yang ada. Bila seseorang menginginkan tubuh ideal, maka orang tersebut akan memiliki pola makan yang lebih sehat Chairiah 2012. Hasmalawati 2017 menunjukkan bahwa citra tubuh seseorang sangat berpengaruh terhadap penerimaan diri. Artinya, semakin baik citra tubuh seseorang, maka semakin tinggi penerimaan diri seseorang terhadap dirinya. Sedangkan Vialini 2014 melihat aspek bentuk tubuh namun pada orang yang mengalami obesitas yang menunjukkan bahwa tubuh ideal diartikan sebagai tubuh yang memberi kenyamanan pada diri sendiri, tidak peduli orang tersebut gemuk atau kurus. 10 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Pembahasan yang kami susun memaparkan bagaimana kemajuan teknologi memicu terjadinya kejahatan onlineyaitu cyberbullyingdapat mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Bila digunakan dengan sembrono dan tidak bijak, maka kehadiran media sosial ditengah masyarakat dapat berakibat fatal dan berdampak negatif dalam keberlangsungan hidup seseorang. Sesuai dengan topik kami, tindakan yang kami kategorikan sebagai tindakan sembrono dan tidak bijak adalah body shaming.Body shaming adalah tindakan mempermalukan atau mencibir bentuk fisik orang lain. Persepsi mengenai “standar penampilan ideal” menciptakan pola pikir masyarakat mengenai sesamanya terlebih khususnya dalam hal penampilan dan bentuk fisik seseorang, terutama dalam media sosial. Tubuh seseorang seolah-olah layak untuk dinilai dan dikomentari orang lain bahkan dilarang oleh orang lain karena adanya standar tersebut. Tindakan ini dapat dilatarbelakangi oleh berbagai faktor yang mendorong pelaku untuk melakukan tindakanbody shaming. Bila tidak ditangani secara tegas, para perilaku ini dapat menyebabkan dampak yang serius bagi korbannya. Dampak yang sering dialami oleh korban seringkali adalah dampak pada kesehatan mental mereka yang akan terus terkikis oleh hujatan yang mereka terima dari media sosial baik secara verbal maupun nonverbal. Dampak ini harus segera ditangani dan diatasi dengan benar agar tidak terjadi akibat negatif pada jangka panjang. Body shaming yang dilakukan terus menerus oleh seseorang / sekelompok orang menjadi salah satu bentuk melecehkan orang lain Clarke & Kiselica, 1997 dalam Xin Ma. B. Saran Bila dilihat dari pembahasan yang telah kami paparkan, dampak negatif body shaming dapat membawa pengaruh buruk pada mental korban dan para pelaku yang tidak mengetahui bahwa yang dilakukannya adalah salah. Tentunya sebagai pengguna media sosial kita semua harus mencegah tindakan ini agar tidak terjadi lagi kepada siapapun. Setiap orang itu unik dan memiliki ciri khasnya masing-masing, tidak ada standar yang dapat menjadi tolak ukur dalam hal berpenampilan seseorang apalagi di dunia maya yang belum tentu pengguna lain mengenal kita secara akrab. Maka untuk mencegah tindakan body shaming, semua pengguna harus menggunakan media sosial dengan bijak dan penuh rasa tanggung jawab. Sebagai pengguna media sosial kita harus berhati-hati dengan apa yang kita suarakan, apakah hal tersebut akan menyakiti atau menyinggung pihak lain atau tidak serta mempertimbangkan penggunaan media sosial karena di Indonesia sudah banyak aturan hukum yang mengatur mengenai ITE. Sebagai pengguna media sosial, kita juga harus meningkatkan kepekaan terhadap lingkungan di sekitar kita dan tidak bertindak seenaknya saja. Sebaiknya kita menyuarakan hal-hal positif yang patut didengar orang lain dan dapat memberikan 11 motivasi ataupun semangat bagi mereka daripada menyebarkan hal-hal negatif yang juga tidak membawa benefit atau kepentingan bagi orang lain maupun kepada diri kita sendiri. Tindakan preventif yang dapat dilakukan adalah dengan berani menyuarakan bahwa tindakan body shaming adalah hal salah yang bisa jadi kita tidak menyadari kita telah melakukannya. Kita harus bisa mengedukasi pengguna media sosial agar bijak dalam menggunakan media sosial. Selain itu, cara ampuh untuk mencegah dampak body shamingdan cyberbullying adalah dimulai dari diri kita sendiri, dimana kita harus mencintai diri kita sendiri dan menerima segala kekurangan yang ada pada diri kita. Sehingga kita dapat menerima dan menghargai setiap perbedaan baik diri sendiri atau sesama kita. Dengan begitu, persepsi atau pemikiran tentang “standar penampilan ideal” pun dapat kita hilangkan karena perbedaan dan keragaman itu sangatlah indah. 12 Daftar Pustaka 13 LAMPIRAN Hasil Wawancara dengan narasumber 14 Data Gender Responden Data Media Sosial Yang Digunakan Responden 15 Pengetahuan Responden Mengenai Body Shaming Hasil Survey Pertanyaan Terbuka Hasil akan kami lampirkan melalui email dengan file berupa pdf. 16 Biodata Penulis Nama Kalvin Fernando Tempat, tanggal lahir Bandung, 9 Agustus 1998 Asal Bandung, Jawa Barat Status Mahasiswa Nama Andrew Omega Miracle Taroreh Tempat, tanggal lahir Manokwari, 11 juli 2001 Asal Manado, Polewali Mandar Status Mahasiswa Nama Verren Vebriani Rahardjo Tempat, tanggal lahir Semarang, 15 Februari 2002 Asal Semarang, Jawa Tengah Status Mahasiswa Nama Irene Angelina Tempat, tanggal lahir Bandung, 2 Agustus 2002 Asal Bandung, Jawa Barat Status Mahasiswa Nama I Dewa Ayu Dyah Rani Apsarini Tempat, tanggal lahir Denpasar, 26 Februari 2002 Asal Denpasar, Bali Status Mahasiswa 17 ResearchGate has not been able to resolve any citations for this has not been able to resolve any references for this publication. . 88 472 293 246 302 95 478 365